Astaga.. kesiangan rupanya, mata ini terasa begitu berat, padahal tadi malam aku tidur lebih awal. "oh iya, ayah dimana?", ayah punya janji denganku. Hari ini hendak mengajakku kerumah Ibude, kulemparkan saja sarung yang melilit di badanku, bergegas aku menuju keluar kamar, "ayah...ayah, ayah dimana?" tidak ada seorangpun yang menyahut, pasti ayah sudah berangkat, hati ini mulai kecewa, aku lari kedapur mencarinya dan benar saja, aku mendapati sepeda ayah sudah tak ada. pasti ayah sudah berangkat, tapi mengapa berangkat sepagi ini, dan mengapa membiarkan aku tertidur? mengapa ayah tidak membangunkan aku? padahal ayah sudah berjanji.
kubasuh mukaku dengan air wudlu dan bergegas ke mushola yang jaraknya selemparan batu. aku sudah kesiangan. sholat subuhku rasanya tak pake jeda lagi, yang penting genap dua rakaat. kusambar celana pendek merah seragam SD-ku dan kaos merah bergambar tugu monas favoritku dan aku bergegas keluar tanpa menghiraukan teriakan ibu yang baru datang dari rumah Ibulek, entah apa yang ibu minta dar bulek, sepertinya ibu menenteng kantung plastik berwarna hitam.
Aku berlari menyusuri jalan bebatuan yang baru saja dikeraskan mesin stum, rupanya sebentar lagi akan di siram aspal. Pak Sugimin sopir stum kemarin sudah datang kerumah Mbak Siru, berarti sebentar lagi akan dimulai proyek rehab jalan. Dulu juga begitu, masyarakat kampung kelihatan lega ketika drum-drum aspal sudah datang, lalu Pak Wagimin sudah memarkirkan stum berwarna kuning bertuliskan "Pekerjaan Umum". Tandanya lubang-lubang jalan sebentar lagi akan rata. tapi perhatianku tidak sepenuhnya tertuju kesana, bahkan aku tak menghiraukan beberapa kali kakiku tersandung bebatuan yang tercecer dari tumpukannya. aku berlari dengan kencang agar bisa menyusul ayah. aku heran mengapa ayah meninggalkan aku, padahal ayah sudah berjanji. ini hari minggu, kemarin waktu ayah mendampingiku mengambil raport, ayah bilang; "kalau kamu rengking kesatu lagi,hari minggu ayah ajak kerumah bude". bagiku diajak kerumah bude itu artinya aku bakal mendapat uang jajan, yang jarang aku peroleh dari ayah dan ibu. Atau aku bakal mewarisi baju bekas Mas Rudi yang sudah kekecilan atau sedikit robek, tidak mengapa yang penting aku punya baju baru, maksudku baju yang lain dari baju-baju yang ada. meskipun sobek toh ibu bisa menambal sendiri dirumah.
Ibude itu kakaknya ayah,bude memang lebih beruntung, punya suami seorang pengepul pisang yang sukses, pisang-pisang yang dibeli dibawa ke Pulau Jawa, biasanya ke Serang atau Tangerang. ayah pernah bercerita, Ia dulu pernah ikut mobil truck milik Pade ke Jawa, Jawa itu berbeda dengan Lampung, disana sudah ramai, ayah bercerita dengan bangga, kalau kesana naik kapal Fery besar sekali, kata ayah. Namun aku tidak bisa membayangkan bagaimana kapal Fery berenang mengarungi lautan, aku sendiri belum pernah melihat laut. aku baru melihat gambarnya di kertas kalender. Tentang ombak saja aku banyak mendengar dari Duki anak Ustad Marjuki yang sering diajak mengambil gaji di Departemen Agama Lampung selatan, dan katanya dia sering melihat ombak menyambar hampir kebadan jalan saat dia di bonceng sepeda motor ayahnya. Aku ingin menyeberang kepulau Jawa, pergi ke Jakarta dan berfoto didepan tugu monas, seperti gambar di kausku ini. Kaus ini dari Pak De, ia dapatkan di Pasar Senen. Katanya baju bekas anak pejabat.
Nafasku tersengal, tapi aku tidak menghiraukannya. beberapa kali aku salah orang, ketika aku lihat didepan temaram ada lelaki berkendara sepeda, kupikir ayah, ternyata setelah aku memacu lariku dan mendekat ternyata orang lain dan aku kecewa. kini langkahku agak terseok karena aku melewati jalan menanjak dan kadang turun begitu curam, di daerah gunung Naga, disini terkenal ada ular naga, aku sendiri belum pernah melihatnya, kata orang lidahnya menjulurkan api. imaginasiku membayangkan sosok naga seperti di komik yang di tulis Tatang S. biasanya di ceritakan tentang neraka. tapi aku tidak merasa takut sedikitpun, keinginanku bisa mengejar ayah itu saja.
Malang,saat aku tidak lagi bisa menyeimbangkan kedua kakiku, tiba-tiba kakiku membentur batu dan aku terjatuh. jempol kakiku pecah dan lututku memar membiru. aku menyeka darah dijempol kaki dan membersihkannya dengan air ludahku. setelah itu aku teruskan kembali memacu langkah. Saat melewati perkampungan sepertinya orang heran denganku, ada apa pagi-pagi buta berlari kehutan? tapi aku tidak menghiraukan.
Akhirnya sampai juga dibatas desa, Tambak Kerto, kira-kira dua tikungan lagi tepat disebelah SD, disitu rumah Bude. hati ku bahagia, serasa sudah sampai saja. tapi mengapa ayah tidak terkejar? berarti ayah memacu sepedanya begitu kencang, atau ayah memang pagi-pagi sekali berangkatnya? Aneh kenapa ayah tidak membangunkanku ya? Lebih terheran lagi saat tiba di rumah Bude dan Bude bilang ayah belum tiba. berarti ayah belum berangkat, kalau begitu kemana ayah dan sepedanya tadi pagi? jangan-jangan ayah ketempat lain? huuh mengapa aku begitu tergesa-gesa mengira ayah sudah berangkat? tapi kemana perginya ayah?
Tidak ada komentar:
Posting Komentar