Jumat, April 16, 2010

Efek "GR" Kekuasaan

Kaya di puja miskin ditinggalkan. Kalimat ini sering saya dengar dari seseorang yang pernah kaya dan saatnya jatuh miskin, atau pernah berkuasa lalu kini telah pensiun atau tak memiliki kekuasaan lagi. Bagi banyak orang, biasanya motif berteman dekat atau berhubungan dengan orang lain adalah untuk memperoleh keuntungan material atau meningkatkan status mereka semata. Karena itu, tidak mengherankan bila ketika seseorang masih memiliki posisi dan pekerjaan yang hebat, banyak rekan maupun kerabat senang mendekati, ingin berdekatan, agar bisa mendapatkan keuntungan atau cipratan rezeki pula. Uang dan kekuasaan menjadi motif bagi orang-orang ini dalam berteman.

Bila kemudian setelah mengetahui Ia tidak lagi bisa memberikan
keuntungan, mereka tidak bersedia lagi untuk berakrab-akraban, tentunya mereka bukanlah contoh untuk menjadi teman yang baik. Teman sejati adalah mereka yang justru setia dan senantiasa bersedia untuk mendampingi kita dalam situasi apa pun, terutama situasi yang buruk.

Kekuasaan memang bagai magnet yang menyedot dan atau gula yang membuat semut senang mendekat. Pemahaman inilah yang semestinya dimiliki oleh para penguasa, atau yang saat ini tengah memiliki kekuasaan. Rumah yang tak pernah sepi dari tamu tidak sepenuhnya karena pesona pribadi yang dimiliki. Namun bisa jadi pesona kekuasaan yang memang begitu seksi untuk didekati. Apalagi jika sebelum kekuasaan itu dimiliki, rumahnya terbiasa sepi. Terlebih hati akan begitu sangat sunyi saat semua perlahan menjauh seiring perginya kuasa dari genggaman.

Bahayanya kekuasaan benar-benar memiliki efek GR. GR adalah singkatan dari Gede Rasa. Gede berasal dari bahasa Jawa yang artinya besar. Rasa berhubungan dengan perasaan seseorang. Jadi GR atau Gede Rasa artinya bisa merasa tersanjung yang tidak pada tempatnya; merasa penting atau terlalu percaya diri bahkan salah paham; bisa juga berarti perasaan senang dalam jumlah besar(gede=besar) atau berlebihan. GR adalah kata sifat. Dari kata ini kemudian timbul kata benda ke-GR-an. Dan ‘GR-GR-in’ adalah bentuk kata kerja slang yang artinya membuat seseorang merasa GR.

Ke GR-annya akan menjadikan seorang menjadi lupa diri, rasa hebat yang merasuk dalam dirinya menjadikan seorang pongah dan merasa dapat mengendalikan, mengatur bahkan memaksa seseorang melakukan apa yang dia inginkan. Bahkan memarahi, menghardik atau bertindak sewenang-wenang. Ada bisikan kesombongan yang seolah, memecat atau memberhentikan jabatan semuanya tergantung pada kehendaknya. Inilah perangai buruk warisan Fir'aun yang pernah merasa dirinya bagai Tuhan. Ia lupa bahwa saatnya nanti ia tak lagi menggenggam jabatan, ia tak akan lagi bisa melakukan hal itu.

Jejak kesombongannya akan menciptakan musuh, yang pada saatnya menunggu waktu membalas dendam. Teman-teman yang selama ini mengelilinginya satu persatu akan pergi dan mendekat pada kuasa yang baru.
Mereka yang memuja-muja saat benar maupun saat melakukan kekeliruan, menjadi lebih kritis dan bersuara lebih pedas. Tinggallah ia sendiri dalam kesunyian, mengidap post power syndrome yang akan mengancam psikisnya. Maka jauhilah GR, sikapi para oportunis dengan wisdom, nilailah teman dekat karena dedikasinya, bukan mulut manis yang terkadang menyesatkan. Ingatlah kekuasaan tak selamanya ada pada kita, semua ada masa akhirnya.


Saya merenung saat mendengar penuturan Sarwono Kusumaatmaja, suatu hari bercerita; Pada era Orde Baru di lingkungan pemerintahan waktu itu ada istilah “orang dalam” (inner circle) dan pejabat lingkaran luar (outer circle). Sikap lugas Saadilah Mursyid menempatkannya di lingkaran luar, berarti dia membedakan antara hubungan pribadi dengan hubungan dinas. Padahal jika dia mau, sebagai pejabat di lingkungan istana ia bisa menjadi “orang dalam” dengan akses tak terbatas kepada Presiden dan dengan demikian menjadi ‘orang kuat”. Ia tidak melakukannya.

Namun sejarah merubah posisi Saadilah. Pada bulan Mei 1998 sepulang Presiden Soeharto dari Kairo, Jakarta menjadi lautan api, kerusuhan, perusakan, penjarahan dan penganiayaan terhadap kaum Tionghoa terjadi. Gelombang demonstrasi memuncak, korban dari mahasiswa dan anggota masyarakat berjatuhan dan konflik di puncak pemerintahan akhirnya berbuah pada tuntutan agar Presiden mengundurkan diri. Reformasi menjadi semboyan perubahan. Empat belas orang menteri keluar dari kabinet. Ketika Presiden memanggil rapat keesokan harinya hanya Saadilah Mursyid yang datang hadir. Pak Harto pun paham bahwa waktunya untuk mundur telah tiba. Justru pada saat itulah Saadilah menjadi orang dalam di sekitar Pak Harto, bukan pada saat beliau dalam kedudukan Presiden. Namun sayangnya begitu langka orang seperti Saadilah.

Merasa GR memang suatu perasaan yang menyenangkan selama kita mampu membedakan mana yang nyata dan mana yang bukan. Karena kalau kita mudah GR bisa repot urusannya, orang akan mudah mempermainkan perasaan kita. Apakah Anda sering merasa GR dalam hidup Anda? Hati-hati kalau berkuasa!
Suatu saat nanti anda akan mencari, kemana staf saya yang dulu membungkuk meminta tanda tangan saya? Kemana ajudan yang sigap membuka pintu mobil? Ada dimana mereka yang dulu rela menemani saya begadang hingga larut malam? Mengapa mereka tak datang jika saya panggil sekarang, mengapa telpon saya tidak diangkat? Mengapa dulu memuja sekarang mengkritik? Tentu saja saat anda tak berkuasa. Hati-hati saudaraku!

Senin, April 12, 2010

Kesan Pada Obama

"Tugas ini begitu berharga" fikirku, siapa menyangka saya dilibatkan dalam penyambutan kedatangan orang nomor satu di Paman Syam. Sungguh sebuah kehormatan, sebab beberapa perjalanan, saya yang ditugaskan untuk mengantarkannya. Wah lumayan neh sambil improve english, hitung-hitung native speaker. Rupanya memang benar apa kata orang, Barack Obama memang pribadi yang menyenangkan. Tutur katanya sopan dan begitu ramah.

Sebagai rakyat biasa tentu bukan hal yang mudah berbicara dengan orang sehebat Barack Obama. Detak jantungku selalu meningkat tajam setiap hendak memulai berbicara. "Tapi tak boleh gugup, ini tugas yang begitu mulia, kesempatan berharga yang tidak setiap orang miliki, aku harus serius menjalankannya".

Perjalanan dimulai, Pertama beliau mengajak saya untuk berbelanja ke sebuah Mall di Jakarta. "Fitron, antar saya untuk membeli pakaian ganti, istri saya lupa menyiapkannya semalam" ungkapnya. Dengan senang hati saya antar beliau. Disinilah repotnya menjadi orang terkenal, baru masuk loby Mall sudah disambut kerumunan pembeli yang tadinya sibuk memilih belanjaan. Ada yang mengajak berfoto, bersalaman hingga minta tanda tangan. Entah mengapa Obama meminta saya mengantar sendirian, ia tidak membawa serta pengawal pribadinya. Serbuan para penggemar cukup merepotkan saya, hingga saya harus memberikan Obama beberapa lembar tissue, untuk menyeka keringatnya. Hingga dengan bantuan SPG dan petugas security akhirnya kami mendapatkan 5 pasang setelan jas dan 2 kaos oblong santai serta celana pendek.

Hari pertama yang melelahkan, untuk esok harinya Obama mengajakku ke Rangkasbitung, beliau tertarik dengan Negeri Multatuli. Saya heran begitu detil ia tahu kisah Saija Adinda, begitu fenomenalkah karya Multatuli itu. Hingga tidak terasa ketika aku mencoba membunuh semua tanya akan begitu luasnya pengetahuan Presiden kulit hitam ini, tanpa terasa kami telah sampai di Pandeglang. Itu kami ketahui saat seisi mobil terbangun karena hentakkan keras roda mobil yang kami tumpangi terus menerus mengerem karena di hadang lubang jalan dan beberapa kali terpaksa masuk lubang karena sulit menghindar. "Wah Pandeglang" fikirku, sebelum Obama menanyakan kami sudah sampai di mana, saya beri tahu kalau kita baru sampai di negeri sejuta Santri, "sebentar lagi" saya menghibur. Obama mengangguk dan untuk beberapa saat akhirnya tertidur lagi karena telah masuk ke Rangkasbitung yang jalanannya cukup halus.

Tibalah kami di Pendopo Bupati, "Mr Obama mari kita ke pendopo, itu white house kalau di USA" saya menerangkan. Obama mengagumi alun-alun dan pendopo, "belanda hebat sekali dalam penataan kota dan arsitek bangunan ya Fit" kata Obama. " Tidak semua bangunan disini masih asli peninggalan Belanda Mr Obama, ada sebagian yang sudah di bangun ulang oleh Bupati Jayabaya" Pak wakil Bupati menjelaskan. Jayabaya hanya tersenyum-senyum bangga. Memang bangunan disini sudah banyak yang di pugar, seperti bangunan di sebelah pendopo, Gedung Setda dan Masjid serta gedung Bazda, semua adalah hasil perombakan Jayabaya. " Alun-alun juga saya yang merancang Mr Obama" Jayabaya menyahut bangga. "Well done" puji Obama. "

Mungkin karena lelah akibat pejalanan yang cukup jauh dan hari pertama mengantar Mr Obama di repotkan dengan urusan menghalau massa yang menyerbu, saya tertidur saat Obama sedang berbincang dengan Jayabaya ditemani Pak Wabup Amir Hamzah dan beberpa pimpinan SKPD, entah apa yang mereka bicarakan, hanya sekilas saya mendengar Obama berencana akan berinvestasi untuk memanfaatkan lahan tidur di Lebak dengan tanaman albasia. Obama juga menyampaikan bahwa ia salut atas kemajuan di bidang tersebut. Sayup-sayup saya juga mendengar, bahwa Obama akan meng-impor aspal (AMP) dari Lebak untuk kebutuhan penambalan jalan di Amerika. Tentu saja dari perusahaan milik keluarga Jayabaya. Setelah itu saya benar-benar pulas dan tidak mendengar apa-apa lagi. Sampai-sampai saya terusik oleh bunyi alarm, ternyata saya sudah tidak lagi di pendopo, saya ada di tempat tidur saya. Sempat saya mencari-cari "Obama ..Obama..kemana Obama, wah dia tidak ada disini".

Saya tidak mencarinya lagi, saat tersadar bahwa ternyata saya baru saja bermimpi. Huh mungkin karena lelah sejak sore tadi mengurus mobil di bengkel. Obama..Obama ternyata semua hanya mimpi. Lumayanlah!!!

Deep Meaning

Alkisah, beberapa tahun yang silam, seorang pemuda terpelajar dari Surabaya sedang berpergian naik pesawat ke Jakarta. Disampingnya duduk seorang ibu yang sudah setengah baya. Si pemuda menyapa, dan tak lama mereka terlarut dalam obrolan ringan. ”Ibu, ada acara apa pergi ke Jakarta ?” tanya si pemuda. “Oh…saya mau ke Jakarta terus “connecting flight” ke Singapore untuk menengok anak saya yang ke dua”, jawab ibu itu. ”Wouw… hebat sekali putra ibu”, pemuda itu menyahut dan terdiam sejenak.


Pemuda itu merenung. Dengan keberanian yang didasari rasa ingin tahu pemuda itu melanjutkan pertanyaannya.” Kalau saya tidak salah, anak yang di Singapore tadi , putra yang kedua ya bu? Bagaimana dengan kakak adik-adik nya?” ”Oh ya tentu”, si Ibu bercerita : ”Anak saya yang ketiga seorang dokter di Malang, yang keempat berkerja di perkebunan di Lampung, yang kelima menjadi arsitek di Jakarta, yang keenam menjadi kepala cabang bank di Purwokerto, dan yang ke tujuh menjadi Dosen di sebuah perguruan tinggi terkemuka Semarang.””


Pemuda tadi diam, hebat ibu ini, bisa mendidik anak-anaknya dengan sangat baik, dari anak kedua sampai ke tujuh. ”Terus bagaimana dengan anak pertama ibu ?” Sambil menghela napas panjang, ibu itu menjawab, ”Anak saya yang pertama menjadi petani di Godean Jogja nak. Dia menggarap sawahnya sendiri yang tidak terlalu lebar.” kata sang Ibu.


Pemuda itu segera menyahut, “Maaf ya Bu… mungkin ibu agak kecewa ya dengan anak ibu yang pertama, karena adik-adiknya berpendidikan tinggi dan sukses di pekerjaannya, sedang dia menjadi seorang petani?”
 

Apa jawab sang ibu..???


Apakah anda ingin tahu jawabannya..???


….Dengan tersenyum ibu itu menjawab :
”Ooo …tidak, tidak begitu nak….Justru saya SANGAT BANGGA dengan anak pertama saya, karena dialah yang membiayai sekolah semua adik-adiknya dari hasil dia bertani”… Pemuda itu terbengong….

Jumat, April 09, 2010

Public Speaking Class

Mengajar hari ini cukup melelahkan, kambing hitamnya karena sarapan pagi selalu tidak terkejar. Begitu sadar waktu is up, baru deh inget kalau belum sarapan. Pagi-pagi selalu rutin, ba'da sholat subuh, sedikit patut diri; baca buku dan sedikit renungan Al-qur'an (kadang-kadang soal baca quran suka kelewat) huuuhh setan emang berat rayuannya. Segudang maenan anak-anak aku tata ulang setelah semalem menjelang tidur pasti kumainin, mulai dari celengan, mobil-mobilan, sampai baju tentara. Lusuh deh dipeluk-peluk (Bab ini ga usah di panjangin bikin banjir mata).

Naah ini dia kegiatan rutin pagi yang lagi kejar target, lari sampai warung pojok dan pagi tadi senam dengan security (Namanya Pak Casmadi) beliau yang selalu kasih motivasi aku untuk jaga kebugaran, dan hasilnya dua bulan terakhir olah ragaku cukup teratur. Hasilnya hehehehen lumayan turun 2 kg. Targetnya 5 kg lagi. Wah jadi kesana kemari pembicaraannya, yuk fokus ke kegiatan mengajar hari ini, Public Speaking Class, ternyata kendala paling besar yang dihadapi teman-teman mahasiswa soal berbicara di depan publik adalah kebiasaan jeda dengan mengeluarkan suara eeee. Dalam 1 menit berbicara mayoritas dari mereka mengucapkan eee lebih dari 10 kali. Kalau seandainya lama bicara satu jam, wah berapa eee yang dihasilkan.

Cukup umum kendala ini terjadi, saran saya jika bunyi eee dalam jeda berbicara merupakan masalah anda juga, atasi dengan menutup mulut saat jeda, perlahan akan beralih ke bunyi mmm namun lama-lama akan hilang sama sekali. Berlatih terus, pasti berhasil. Berbicara medium primer dalam berkomunikasi. Kemampuan ini akan menjadi sarana mengekspresikan gagasan dan ide anda. The power of word, kekuatan kata-kata mamu berdampak sangat dahsyat dalam kehidupan kita, tentu saja saat kita mampu meng improve dengan baik.

Public Speaking class hari ini, meski lelah mengajar tapi menambah pengalaman baru...

Rabu, April 07, 2010

PAY IT FORWARD

Saat terlintas keraguan apakah mungkin perbuatan baik yang kecil dan sederhana yang kita lakukan kepada orang lain akan mampu mempengaruhi kehidupan mereka, mungkin Film “PAY IT FORWARD” bisa menjadi pendorong yang memberikan kita semangat untuk selalu tidak jemu-jemu berbuat baik kepada orang lain.

Kisahnya bercerita tentang seorang anak umur delapan tahun bernama Trevor yang berpikir jika dia melakukan kebaikan kepada tiga orang disekitarnya, lalu jika ke tiga orang tersebut meneruskan kebaikan yang mereka terima itu dengan melakukan kepada tiga orang lainnya dan begitu seterusnya, maka dia yakin bahwa suatu saat nanti dunia ini akan dipenuhi oleh orang-orang yang saling mengasihi. Dia menamakan ide tersebut: “”

Singkat cerita, Trevor memutuskan bahwa tiga orang yang akan menjadi bahan eksperimen adalah mamanya sendiri (yang menjadi single parent), seorang pemuda gembel yang selalu dilihatnya dipinggir jalan dan seorang teman sekelas yang selalu diganggu oleh sekelompok anak-anak nakal.

Percobaanpun dimulai : Trevor melihat bahwa mamanya yang sangat kesepian, tidak punya teman untuk berbagi rasa, telah menjadi pecandu minuman
keras. Trevor berusaha menghentikan kecanduan mamanya dengan cara rajin mengosongkan isi botol minuman keras yang ada dirumah mereka, dia juga mengatur rencana supaya mamanya bisa berkencan dengan guru sekolah Trevor.
Sang mama yang melihat perhatian si anak yang begitu besar menjadi terharu, saat sang mama mengucapkan terima kasih, Trevor berpesan kepada mamanya “PAY IT FORWARD, MOM”

Sang mama yang terkesan dengan yang dilakukan Trevor, terdorong untuk meneruskan kebaikan yang telah diterimanya itu dengan pergi ke rumah ibunya (nenek si Trevor), hubungan mereka telah rusak selama bertahun-tahun dan mereka tidak pernah bertegur sapa, kehadiran sang putri untuk meminta maaf dan memperbaiki hubungan diantara mereka membuat nenek Trevor begitu terharu, saat nenek Trevor mengucapkan terima kasih, si anak berpesan :”PAY IT FORWARD, MOM”

Sang nenek yang begitu bahagia karena putrinya mau memaafkan dan menerima dirinya kembali, meneruskan kebaikan tersebut dengan menolong seorang pemuda yang sedang ketakutan karena dikejar segerombolan orang untuk bersembunyi di mobil si nenek, ketika para pengejarnya sudah pergi, si pemuda mengucapkan terima kasih, si nenek berpesan : “PAY IT FORWARD, SON”.

Si pemuda yang terkesan dengan kebaikan si nenek, terdorong meneruskan kebaikan tersebut dengan memberikan nomor antriannya di rumah sakit kepada seorang gadis kecil yang sakit parah untuk lebih dulu mendapatkan perawatan, ayah si gadis kecil begitu berterima kasih kepada si pemuda ini, si pemuda berpesan kepada ayah si gadis kecil : “PAY IT FORWARD, SIR”

Ayah si gadis kecil yang terkesan dengan kebaikan si pemuda, terdorong meneruskan kebaikan tersebut dengan memberikan mobilnya kepada seorang wartawan TV yang mobilnya terkena kecelakaan pada saat sedang meliput suatu acara, saat si wartawan berterima kasih, ayah si gadis berpesan:”PAY IT FORWARD”

Sang wartawan yang begitu terkesan terhadap kebaikan ayah si gadis, bertekad untuk mencari tau dari mana asal muasalnya istilah “PAY IT FORWARD” tersebut, jiwa kewartawanannya mengajak dia untuk menelusuri mundur untuk mencari informasi mulai dari ayah si gadis, pemuda yang memberi antrian nomor rumah sakit, nenek yang memberikan tempat persembunyian, putri si nenek yang mengampuni, sampai kepada si Trevor yang mempunyai ide tersebut.

Terkesan dengan apa yang dilakukan oleh Trevor, Si wartawan mengatur agar Trevor bisa tampil di Televisi supaya banyak orang yang tergugah dengan apa yang telah dilakukan oleh anak kecil ini. Saat kesempatan untuk tampil di Televisi terlaksana, Trevor mengajak semua pemirsa yang sedang melihat acara tersebut untuk BERSEDIA MEMULAI DARI DIRI MEREKA SENDIRI UNTUK MELAKUKAN KEBAIKAN KEPADA ORANG-ORANG DISEKITAR MEREKA agar dunia ini menjadi dunia yang penuh kasih.

Namun umur Trevor sangat singkat, dia ditusuk pisau saat akan menolong teman sekolahnya yang selalu diganggu oleh para berandalan, selesai penguburan Trevor, betapa terkejutnya sang Mama melihat ribuan orang tidak henti-hentinya datang dan berkumpul di halaman rumahnya sambil meletakkan bunga dan menyalakan lilin tanda ikut berduka cita terhadap kematian Trevor. Trevor sendiripun sampai akhir hayatnya tidak pernah menyadari dampak yang diberikan kepada banyak orang hanya dengan melakukan kebaikan penuh kasih kepada orang lain.

Mungkinkah saat kita terkagum-kagum menikmati kebaikan Tuhan di dalam hidup kita, dan kita bertanya-tanya kepada Tuhan bagaimana cara untuk mengungkapkan rasa terima kasih kepadaNya, jawaban Tuhan hanya sesederhana ini: “PAY IT FORWARD to OTHERS around YOU (Teruskanlah itu kepada orang lain yang ada disekitarmu)”

Kamis, April 01, 2010

BELAJAR MEMAKNAI SIMBOL

Kehidupan memang dilumuri oleh berbagai simbol. Persoalannya kadangkala manusia tidak berhasil memaknai simbol-simbol dengan fungsi yang benar. Sebelum pada akhirnya kelak bahasa dikodifikasi, manusia menjelajah simbol-simbol untuk dapat berkomunikasi satu dengan yang lainnya. Ditemukanlah bahasa sebagai mahakarya simbol tercanggih. Masih dalam bagian dari bahasa, simbol-simbol dalam kehidupan ini menghantarkan cita rasa sikap dan gaya hidup, dimana menangis adalah bahasa kesedihan, tersenyum adalah bahasa kebahagiaan dan masih banyak lagi.

Kemudian ditetapkannya simbol-simbol tertentu secara umum untuk menghantarkan maksud yang diwakili simbol-simbol sebenarnya. Tapi simbol tak selalu merepresentasikan makna sebenarnya, bisa melenceng atau berbalik 180 derjat. Artinya bertolak belakang dan tidak memiliki hubungan sama sekali. Inilah kepura-puraan sebagai bentuk pengkelabuan dari makna simbol. Menangis tak selalu karena bersedih akan tetapi pura-pura sedih, tersenyum juga bisa jug dimaksudkan untuk pura-pura bahagia.

Simbol Kepura-puraan

Seorang penjahit merasa dirugikan oleh seorang polisi yang sudah 6 bulan tidak mengambil jahitannya. Ditelusurilah dimana alamat polisi tersebut. Namun malang nasib sang penjahit, ternyata alamat yang dia dapatkan tak lagi di tinggali sang polisi. Telah lama petugas polisi itu dipindahkan ke kota yang lain. Karena kesal dipakailah baju seragam polisi tersebut. Dalam perjalanan tak terduga begitu banyak yang memberi hormat padanya, bahkan dengan mudah ia mendapatkan uang meski ia tak memintanya. Terbersit niat dari penjahit itu untuk pura-pura menjadi polisi, toh lebih gampang mencari uang dengan profesinya yang baru meski harus sekedar pura-pura.

Demikianlah kepura-puraan biasanya menghadirkan kenyataan lain pada sebuah negeri yang subur kepura-puraannya. Ini yang disebut Simulakra menterjemahkan simbol meski kini menjadi makna yang melenceng. Pura-pura berhasil memimpin, pura-pura merakyat, pura-pura sholeh, pura-pura dermawan dengan aneka topeng sebagai simbol yang bisa dikenakan. Bagi seorang pemimpin tidak lain agar populis dan pada akhirnya meningkatkan elektabilitasnya. Tetapi sampai kapan kita bisa berpura-pura seperti penjahit yang kini berseragam polisi?

Kepura-puraan begitu mudah dilakukan. Sebab kepura-puraan telah memiliki pakaian-pakaiannya di dunia yang penuh citra. Citra menjungkirbalikan makna sebenarnya. Ada daerah yang ingin disebut Islami, gampang saja citra bisa dibentuk dengan pakaian atau simbol-simbol yang dikenakan untuk akhirnya berpura-pura Islami. Bisa memampang deretan ayat Al-Qur'an, menempel bilboard Asmaul husna dan mematok perda-perda simbolisasi ke Islaman. Tapi hanya ditingkat citra atau simbol, keadaan dan subtansi tidak tersentuh hanya menjadi pajangan yang mengangkangi makna simbol sebenarnya. Bisa jadi transaksi pelacuran terjadi dibawah simbol, monopoli dan serangkaian kebohongan politik begitu tidak senonoh dipertontonkan.

Gengsi diantara simbol

Gengsi berasal dari kata prestige, kata ini berasal dari kata dalam bahasa latin praestigae artinya mengusap, menjamah, menyilaukan. Makna kata itu dalam bahasa Indonesia tidak begitu ditonjolkan. Dalam ilmu sosial, prestige adalah sebutan untuk pengaruh yang tidak mudah dijelaskan. Dikatakan demikian karena pengaruh itu sulit dijelaskan dari mana dasar dan asalnya. Pengaruh itu terlontar dalam diri seseorang begitu saja. Pengaruh itu berasal dari seseorang secara pribadi atau dari kelompok orang. Selain itu prestige juga merupakan sebutan untuk bentuk-bentuk demonstratif penghargaan sosial misalnya mengejar pengakuan sosial, pangkat, dan lain sebagainya. Itu semua menonjolkan kenegatifan makna gengsi.

Mungkin segera kita menempuh serangkaian upaya untuk belajar memaknai simbol. Meluruskan makna simbol yang keliru dan menegaskan makna sebenarnya. Memang dunia tengah mengalami deviasi makna yang cukup parah. Sehingga memaksa kita menggandrungi simbol. Ingin dihormati cukup mengenakan simbol-simbol kehormatan, kekayaan, jabatan dan ke cantikan. Bukankah faktanya hal semacam itulah yang lebih menampilkan citra kehormatan? Meskipun tak selamanya begitu.

"Saya naik sepeda motor satpampun tak menoleh saat saya masuk areal parkir, berbeda pada saat yang datang mengendarai mobil mewah dengan sigap satpam memberi hormat", begitu gerutu teman saya suatu hari. Maka tak jarang, demi gengsi seseorang rela melakukan apapun untuk sebuah gaya. Hal ini tidak lain karena ingin mengenakan simbol-simbol kehormatan. Bolak-balik ke salon untuk disebut cantik, berebut jabatan untuk kehormatan, berpakaian mewah, mengenakan perhiasan untuk disebut kaya. Cara mendapatkannya bisa berhutang, mencuri, atau korupsi. Saat ingin berkuasapun bisa dengan berbagai upaya seperti money politik dan cara-cara busuk yang jauh sekali dari makna kaya, kehormatan dan gengsi sebenarnya.

Dewasa ini kata kehormatan dipadankan dengan kata harga diri, kemurnian atau keperawanan. Oleh karena itu, bila seorang wanita dinodai ia dikatakan kehilangan kehormatannya. Pada dasarnya kehormatan memiliki makna yang mendalam melebihi makna seperti itu. Kehormatan pada dasarnya adalah penghargaan yang dinyatakan kepada seseorang berdasarkan nilainya. Nilai itu adalah keutamaan yang ada pada subyek, nilai diri subyek. Nilai pada hakekatnya mengalir dari martabatnya sebagai manusia. Namun nilai itu semakin menonjol dan secara emosional, menimbulkan perasaan hormat, ketika seseorang menghayati keutamaan hidup.

Penghormatan itu berasal dari orang lain disekitarnya. Namun pengakuan orang disekitarnya itu bukan syarat adanya penghormatan. Kehormatan seseorang tidak tergantung pada pengakuan sosial. Selain itu, nilai pada subyek itu, idealnya diakui oleh masyarakat. Namun sekali lagi itu bukan syarat mutlak. Kehormatan seseorang pada hakekatnya didasarkan atas kodrat manusia. Oleh karenanya pada dasarnya setiap orang berhak dan wajib untuk dihormati dan menghormati.

Dewasa ini relasi antara gengsi dan kehormatan dekat sekali. Bila orang mengungkapkan gengsi seseorang itu seolah sama dengan kehormatan seseorang. Namun bila diteliti lebih jauh dengan melihat dasar dari kehormatan, kita dapat menyimpulkan bahwa gengsi dan kehormatan pada dasarnya berbeda. Kehormatan tak bisa dilepaskan dari nilai keutamaan yang dihayati oleh subyek. Sementara gengsi diperoleh seseorang bisa terlepas dari soal keutamaan itu. Gengsi dapat diperoleh seseorang ketika ia berprestasi, maju dalam karir, kaya dsb. Namun gengsi bisa terarah kepada kehormatan ketika orang menghayati prestasinya dengan diimbangi oleh perjuangan untuk menghayati keutamaan. Dengan demikian bisa dikatakan bahwa gengsi adalah “kekurangan” dari kehormatan.

Memaknai Simbol

Mari kita maknai simbol, karena hidup adalah apa yang membuat hati benar-benar merasa tenteram. Bukan aneka kepura-puraan yang menghadirkan ketamakan dan keserakahan. Faktanya hati makin terpuruk dan gelisah. Hidup tidak seperti seorang anak kecil yang membeli petasan. Justeru menutup telinga kala petasan itu dinyalakan. Hingga kita yang membeli tak menikmati. Hanya mengagetkan tetangga. Apa yang kita miliki untuk kita nikmati, bukan untuk sekedar pamer dan membuat orang lain iri.

Demikian pula tidak berguna simbol-simbol semata dalam mengelola sebuah negara. Simbol Islami, sejahtera, berhasil, maju namun faktanya, amoral, terbelakang dan tertinggal. Sebab fakta dibalik simbol menegaskan keserakahan pemimpin, kebodohan dan ketidak acuhan pada kebutuhan masyarakat. Pemimpin justeru menampilkan kemewahan, dominasi keluarga serta kelompok sendiri pada akses ekonomi dan kekuasaan. Alangkah naif bukan?