Tidur, Cintaku, tidurlah tenang. Ingin kubisikkan ke mimpimu kisah dari seserpih waktu, tentang seorang lelaki rapuh yang hidup berpijak mimpi. Bayangkan dirimu berbaring telentang di tanah lapang, di atas rerumputan, tengadah ke bintang-bintang. Pandangilah seksama bintang berserakan nun jauh di angkasa kelam, tatap dan jangan dulu mengerjap, biarkan serbuk cahayanya mengendap di genangan malam, mengendap ke matamu yang menyimpan kilau danau berpalung dalam, lalu katupkan pelupukmu perlahan. Biarkan bencah-bencah cahaya itu menyelinap bagai kenangan, meresap ke serat-serat sanubari dan merekah sebagai kelopak-kelopak mimpi.
Lalu jangan menangis saat kau dengar dalam bisikku, kisah lelaki rapuh yang kini tak punya pijakan itu. Ia berlari kesana kemari dalam cercaan telah melakukan kedzaliman. Diantara serpihan harapan yang ia pungut dari waktu kewaktu, ia mengendus bau busuk yang tak pernah bisa dihindarkan. Baju tipisnya tak mampu menahan laju angin semakin dingin. sorot matanya meredup menahan kantuk yang tak terelakan. Perutnya perih menahan sakit akibat injakan. Matanya merah menahan tangis yang tak mungkin ia curahkan. terisak hanya terisak.
Suatu waktu nanti, ketika aku dan kau sudah tak ada lagi, kisah yang kusampaikan padamu ini akan tinggal abadi. Gemanya akan terus ditimang angkasa yang tenang, lalu kata demi kata akan turun dengan setiap pundi embun, disaring kupu-kupu putih dan kuning, diresapkan ke daun-daun, dan terajut pada setiap helai lumut. Dan manakala kisaran sang waktu sampai di satu noktah, di mana bertemu awal dan akhir langkah, kisah ini akan bersemi kembali, kelak ditemu anak-cucu dalam bentuknya yang baru. Dan akan selalu begitu, Cintaku. Selalu.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar