Senin, November 03, 2014

HIKAYAT LUKISAN RAJA

Fitron Nur Ikhsan Masih ingat pada hikayat di sebuah kerajaan antah berantah? Dimana seorang raja memerintah dengan tegas. Suatu hari Raja ingin mengetahui penampilannya melalui para pelukis. Raja ingin dilukis. Demikian sayembara yang diumumkan. " Siapa yang dapat memuaskan raja dengan lukisannya akan mendapatkan hadiah". Zaman kerajaan tentunya belum ada camera digital. Hehehe Berduyun-duyun pelukis di seantero berdatangan. Dari sekian banyak dipilihlah tiga pelukis paling handal. Dengan sedikit nervous pelukis pertama mengayunkan kuas di kain kanvas. Begitu mahir kelihatannya. Dalam gambar yang dibuatnya raja terlihat lebih gagah dari penampilan aslinya. Sorot matanya tajam, padahal bentuk aslinya (maaf) beliau memiliki kekurangan, salah satu dari sepasang matanya -buta- terpejam sebelah. Demikian pula sang raja terlihat gagah, berdiri tegak (sekali lagi maaf) padahal kaki beliau -pincang- kecil sebelah. Rampung sudah lukisannya. Apa yang terjadi setelah raja menerima lukisan itu? Raja murka karena ia merasa terhina dengan gambar yang mengada-ada. Rekayasa berlebihan yang dibuat pelukis oportunis itu membuat raja tersinggung. Boleh jadi sebenarnya pelukis ingin membuat hati raja senang dengan ketidakobjektifannya. Apa hendak dikata raja pun marah besar dan mengusirnya. Melihat kenyataan tersebut pelukis kedua mengambil pelajaran. Lalu ketika ia mendapat gilaran, ia melukis raja apa adanya. Bentuk dan kekurangan fisiknya ia sajikan secara vulgar. Hasilnya tentu saja sosok raja dalam lukisan yang ringkih dan tidak berwibawa. Ia berharap raja menyenangi lukisannya yang apa adanya. Setelah selesai lukisan diserahkan kepada raja. Kemudian setelah melihat lukisan tersebut muka raja memerah. Tanpa berkata-kata ia menghunus pedang dan menebas leher pelukis kedua hingga putus. Ternyata raja pun murka melihat gambarnya yang jelek tersebut. Giliran pelukis ketiga. Dengan tenang ia menggores kanvasnya. Ia melukis raja seolah sedang ditengah belantara. Raja tengah berburu rusa. Pose yang ia buat raja sedang membidik rusa jantan dengan sebelah matanya terpejam diantara lubang senapan, kaki yang pendek sebelah diangkat dan tertekuk diatas bongkahan batu. Sementara diujung senapan seekor rusa jantan terkapar tertembak raja. Mata terpejam sebelah tapi seolah-olah sedang membidik rusa dan kaki memang nampak kecil sebelah, tapi sedang dengan gagahnya mengambil posisi menembak. Raja senang dan ia mendapat pujian serta hadiah. Terkadang pujian yang mengada-ada terasa tidak nyaman ditelinga. Keluar dari mulut penjilat yang berharap simpati dan respon pragmatis, namun sesekali orang seperti ini bisa menusuk kita dari belakang. Disisi lain kita juga jengah dengan kritikan yang vulgar, terasa menjatuhkan harga diri. Apalagi jika penyampaiannya dilakukan dimuka umum. Kita lebih suka kritik yang disampaikan dengan bahasa yang lembut. Cara yang elegan namun tidak melebihkan dan mengurangi. Hal seperti ini setidaknya tercermin dari bagaimana senangnya raja pada pelukis ketiga yang begitu elegan mencitrakan raja dengan keadaan yang jujur namun kreatif. Seni Mengkritik Demikian seni menyampaikan kritik, terlampau membutuhkan kepiawaian mengemas cara. Meskipun cukup sulit namun kita harus membiasakannya. Bukankah kritik bukan dimaksudkan untuk mempermalukan? karena jika demikian bukanlah kritik tapi penghinaan. Sementara apa yang diperoleh dari suatu penghinaan selain kemarahan dan kebencian? Kritik dibutuhkan untuk koreksi atau perbaikan. Oleh karenanya harus dilakukan secara objektif dan elegan untuk mencapai tujuan sebenarnya. Namun bagaimanapun kritik harus selalu ada, dan anti kritik adalah kedzaliman. Mari menebar perbaikan bukan kebencian dan permusuhan. Kebencian dan permusuhan hanya akan melanggengkan dendam kusumat yang terbukti menjadikan kehancuran peradaban manusia. Hidup dalam iklim kemarahan hanya menyesakkan dada. Terbiasa melakukan perbaikan dengan cara melukai hati, meninggalkan kerusakan ditempat yang berbeda, yakni kehangatan dan persaudaraan. Apa yang paling mahal namun menentramkan? Tidak lain adalah persaudaraan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar